Yang Lalu, Sekarang, Akan Datang, Terima kasih dan Ingatlah Selepas Hari Ini

Kita tak pernah tahu apa yang terjadi di masa yang akan datang. Begitu juga dengan pertemuan kita. Membayangkan untuk bertemu dengan kalian saja tidak pernah terlintas, apalagi untuk lebih jauh mengenal kalian di Pakelonan. Itu tak pernah terpikirkan olehku. Tapi, Tuhan punya cara unik untuk mengobati rasa kecewa yang mendera hati pada setiap hambanya. Bertemu dengan kalian misalnya. Dan untuk ke sekian kalinya, kalian benar-benar menakjubkan!


Berawal dari pertemuan yang sederhana kemudian satu persatu kisah mulai tercipta dan pada akhirnya menjelma menjadi sebuah memori kenangan yang begitu luar biasa. Kita bertemu, kita berkisah, dan kita berpisah. Semua punya masanya tersendiri begitu juga dengan kisah kita. Sebuah kisah pertemuan sederhana di rumah merah jambu yang kita sebut dengan Pakelonan.

Pakelonan memang sudah berakhir semenjak hari itu, hari di mana kita saling belajar untuk melepaskan. Melepaskan pertemuan, melepaskan kehangatan, melepaskan tawa, dan juga melepaskan sebuah kebersamaan. Tetapi nama Pakelonan akan terus terkenang dalam hati ini, entah yang telah lalu, sekarang, maupun yang akan datang. Pakelonan selalu ada untuk menyebutkan semua kisah kita di rumah merah jambu itu dan tentunya nama Pakelonan akan selalu ada tempat di hati ini. Karena sebagian tempat di hati ini, tergambar oleh kisah-kisah Pakelonan yang sungguh luar biasa.


Hari ini, 25 Februari 2017 adalah hari di mana untuk belajar melepaskan lagi. Kini, orang terakhir dari jejaka Pakelonan yang melanjutkan studi S1 di Universitas Sebelas Maret akhirnya diwisuda. Si Tupai Loncat menjadi pamungkas diantara jejaka Pakelonan lainnya yang melanjutkan studi. Pun sekarang, kota Solo semakin bertambah sepi lagi. Sebagian tawa akan hilang dari kota ini. Malam, sebelum datang di acara wisuda Nicky, aku berkesempatan lagi mengunjungi kost Gedung Putih. Komandan pasukan benteng pertahanan kembali lagi ke markasnya, hahaha.
Bersenang-senanglah
Karena hari ini yang kan kita rindukan
Di hari nanti sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah
Karena waktu ini yang kan kita banggakan di hari tua.
Lantunan tembang lawas dari So7 menyeruak ke setiap sudut ruangan ketika aku datang. Sapa senyum pun tak terlupa untuk tergores di sudut bibir. Mungkin karena sudah lama tidak bersua. Ahhh! Sejenak benar-benar merindukan masa-masa itu. Suara-suara khas yang selalu ingin aku dengar begitu menggelitik telinga. Sungguh, gelak tawa maupun getar suara tawa yang terjadi nyaris tak ada yang berubah. Panggilan-panggilan sayang yang tersemat dalam diri kita masing-masing pun tak pernah terlupa. Dan akhirnya, aku, Ade, Budi, juga Nicky sedikit banyak menghabiskan malam di kost Gedung Putih dengan segala ke-untelan-nya, hahaha.



Malam kini sudah berlalu, berganti dengan pagi dan hanya menyisakan aku, Budi, dan Lampung. Di sela-sela tawa yang menggema di setiap sudut kamar kos Arif, tiba-tiba saja handphone Xperia kesayangan berdering. Nomor yang tertulis di beranda handphone itu tidak aku kenal sebelumnya karena memang tidak tersimpan dalam kontak handphone ini. Suaranya lirih dan terdengar sedikit asing di telinga setelah kata halo berbunyi dari pita suaraku.

"Gadul iki Ju!" Tandasnya.

Dan ternyata dering telepon itu dari seorang kawan lama yang kini sudah berada di Malinau, Kalimatan Utara. Ya, tak terasa, waktu berlalu sangat cepat tanpa kita sadari. Baru rasanya di bulan Desember 2016 kemarin, ia masih berada di kota Solo dan kini hanya dalam hitungan kurang dari tiga bulan saja ia sudah berada di pulau seberang nan jauh di sana.



Entahlah, suara Fariza di telepon sedikit berbeda tak seperti biasanya. Mungkin karena sedang sakit atau kelelahan, tapi yang jelas semoga tetap sehat-sehat saja. Pembicaraan dengan Fariza di telepon saling bergantian antara aku, Budi, dan Arif. Yaa, tawa juga senjagurau khas itu terdengar lagi. Membisingkan setiap sudut di kamar 2,5 x 3 meter ini.

"Lha Onad enek opo ora?"
"Ga, enek Ja. Tapi engko nyusul neng wisudane Nicky."
"Uwis, kowe nyusul rene wae. Kowe kan seneng sing alam-alam."


Itulah percakapan terakhir antara aku dan Fariza sebelum telepon dari Kalimantan Utara itu berakhir.
Yang datang kemudian pergi dan yang pergi lantas kembali. Tentang pertemuan dan perpisahan terkadang sulit untuk dijelaskan.
Aku, Budi, dan Lampung berada di timur auditorium guna menunggu Nicky keluar ruangan. Suasana bising dengan segala hiruk pikuk menyerua di sini. Beginilah suasana di luar ketika acara sakral ini berlangsung. Di auditorium inilah kita dulu resmi melepas status mahasiswa dan menjadi alumni dari Universitas Sebelas Maret. Kini, giliran Si Tupai Loncat untuk melepaskan predikat mahasiswa itu. Hahhh, akhirnya Nicky menjalani proses wisuda dan selamat hari ini aku panggil dirimu sarjana.



Rektor juga para senat lainnya sudah berdiri dan berjalan meninggalkan ruang sidang senat terbuka. Pintu yang tertutup rapat kini dibuka. Satu demi satu mahasiswa yang baru saja menanggalkan statusnya berjalan ke luar ruangan. Suara teriakan memanggil nama saling bersahutan. Alumni yang memakai samir batik berhias warna biru tua di tepinya sudah mulai sepi terlihat. Tetapi batang hidung si Nicky belum juga kelihatan. Hanya tinggal beberapa saja yang memakai samir batik berhias warna biru tua dan di salah satu ujung pintu terlihat Nicky yang sedang berbincang-bincang.

Dari kejauhan, senyum lepas nampak di raut wajah Nicky. Ya, senyum kelegaan tentunya. Tangan inipun saling berjabat untuk mengucap selamat. Kini, namanya akan sedikit bertambah panjang dan sekali lagi selamat. Hari ini kupanggil dirimu sarjana.


Teman-teman semua tersenyum riang
Menatapmu seakan kau melayang di atas awan
Berbahagia
Satu langkah menuju mimpi berikutnya
Kudoakan kau selalu
Taklukan mimpi indahmu
Senyum bahagia tentunya juga tersirat di senyum orang tua Nicky. Selain kedua orang tuanya, di sini pula kami bertiga bertemu dengan adiknya Nicky dan pacarnya. Ah, untuk yang terakhir disebut tadi sebenarnya tak usah ditanyakan, semua sudah menjadi rahasia umum, hahaha.

Siang ini begitu panas tak seperti hari biasanya yang selalu mendung, terik matahari begitu menyengat kulit. Agaknya, siangnya hari ini menjadi pertanda bahwa mau tidak mau, rela ataupun tidak rela jika sudah saatnya untuk melepaskan. Melepaskan lagi seseorang yang sudah memberi warna di sebagian perjalanan hidupku. Walaupun masih ada ego untuk tetap menggenggam erat.


Salah satu cara terbaik memiliki sesorang adalah dengan melepaskan. Melepaskan bukan berarti menyerah, tetapi memang terkadang beberapa hal di dunia ini tak bisa dipaksakan untuk selalu bersama, termasuk tentang kalian maupun tentang Pakelonan.
Halaman rektorat selalu riuh ketika acara wisuda datang. Tawa bahagia, senyum kelegaan menjadi bagian yang tak terpisahkan dan menjadi pelengkap suasana di halaman rektorat.

Hari ini begitu banyak foto bersama yang terabdikan tak seperti ketika 27 September 2014 lalu. Jika mengingat dahulu, ada rasa sesal karena tak banyak foto bersama di saat kita menjalani hari terakhir sebagai seorang mahasiswa. Matahari sedikit bergulir ke barat, awan mendung yang biasanya menghalang belum nampak. Beberapa orang lainnya juga turut mengucap selamat kepada Nicky. Detik demi detik kian berlalu, tak terasa cukup lama kita di sini. Akhirnya tangan ini kembali saling berjabat, bukan lagi untuk mengucap selamat tapi untuk mengantar kepergian teman lama itu. Entah akan bertemu lagi atau tidak, aku tak tahu tetapi yang jelas akan merindukan tingkah konyol anak ini. Ketika ia panik, ketika ia sibuk sendiri, dan tingkah-tingkahnya yang lain dan sekali lagi selamat untukmu, hari ini kupanggil dirimu sarjana.



Hahhh, sejenak terpikir betapa sepinya hari-hari yang akan datang tanpa kalian. Bersama kalian, sebagian perjalanan hidupku terkisahkan begitu luar biasa. Tawa kalian, hangatnya sebuah kebersamaan bersama kalian, dan semua kisah yang tercipta itulah yang sulit untuk dilepaskan. Tapi aku bisa apa karena memang di dunia ada hal yang tak bisa untuk dipaksakan. Tawa di kota ini semakin sepi, riuhnya tak seperti sediakala. Perihal secangkir kopi pun hangatnya tak seperti dahulu. Ada yang hilang diantara itu semua dan sekarang aku paham bahwa sesuatu yang hilang itu adalah kehadiran kalian.



Ada yang pergi meninggalkan kota ini, ada pula yang datang kembali di kota ini. Seperti halnya Fariza yang kini sudah jauh berada di pulau seberang sana ataupun Dik Tik yang kembali lagi dari pulau seberang ke kota ini. Kita juga tak tahu siapa lagi yang akan pergi atau kembali lagi di kota ini. Biarkan waktu yang menjawab itu semua. Waktu yang mempertemukan kita dan waktu pula yang memisahkan kita.



Setidaknya jikalau aku harus pergi meninggalkan kota Solo, paling tidak aku sudah memenuhi janjiku pada diriku sendiri tentang kalian.
Terima kasih untuk semuanya, tak akan pernah terganti perasaan ini. Tak ada yang dapat aku berikan selain ucapan dan doa "Sukses untuk kalian semua".

Menuliskan tentang kalian bukanlah perkara mudah, begitu banyak kenangan yang sudah tercipta bersama kalian. Setiap kali menulis tentang kalian, hati ini harus dipaksa untuk menahan rindu dan tak jarang, air mata ini mengalir begitu saja ketika sedang menulis tentang kalian. Ahhh! Kalian memang menakjubkan! Tapi setidaknya yang aku tulis di sini maupun yang ada di buku Pakelonan adalah sebuah kejujuran dariku tentang kalian.




Karena ketahuilah, memikul rindu yang berisi banyak tawa dari kalian bukanlah perkara mudah.

Pakelonan ataupun kalian adalah penawar dari rasa kecewa yang mendera hati ini.
Sekali lagi,
terima kasih untuk semua suka maupun duka
terima kasih untuk setiap tawa
terima kasih untuk hangatnya sebuah kebersamaan
terima kasih untuk setiap detik yang kalian berikan selama ini
terima kasih untuk segalanya
Dan untuk Tupai sekali lagi selamat, hari ini kupanggil dirimu sarjana.

Senang bahwa Tuhan mengizinkanku untuk bertemu dengan kalian.
Adalah anugerah bisa bertemu, berkenalan, dan berkisah dengan kalian.

Tentang masa, tak bisa berbuat banyak karena setiap orang punya masanya masing-masing begitu juga dengan kebersamaan kita. Tetapi tentang rasa, akan selalu ada dalam hati ini. Dan tentang asa, selalu haus akan pertemuan dengan kalian, hei para jejaka Pakelonan.




Sudah banyak orang yang datang dan pergi dalam kehidupanku. Ada yang sesaat datang kemudian pergi begitu saja, ada pula yang datang dan meninggalkan kisah. Tak banyak orang yang bertahan dalam relung ini karena memang pada dasarnya semua akan pergi pada waktunya.
Terkadang, beberapa orang silih berganti datang dalam hidup kita untuk menciptakan sebuah memori yang menakjubkan sebelum mereka pergi. Pun juga sulit menerima kenyataan bahwa mereka sejatinya sudah pergi. Yang bisa kita lakukan adalah tetap menjaga mereka hidup dalam ingatan kita selamanya. Dan aku memanggil Mereka:
Pakelonan.
Akhirnya semua akan tiba, pada masa yang telah lama kita ketahui. Pada suatu ketika tentang orang-orang yang datang dan pergi. Sekali lagi terima kasih untuk segala warna kehidupan yang tak akan terlupa.
Dan kini salah satu bagian perjalanan hidup kita telah berakhir. Yang Lalu, Hari Ini, Akan Datang, Terima kasih dan Ingatlah Selepas Hari Ini.

Sampai jumpa lagi kawan.
Sampai jumpa lagi Pakelonan.
Sukses untuk kita semua.
Sekali lagi, senang bahwa Tuhan mengizinkanku mengenal kalian.




Mungkin diriku masih ingin bersama kalian.
Mungkin jiwaku masih haus sanjungan kalian.


Solo, Februari 2017

Post a Comment

0 Comments